Menyandang
predikat mahasiswa adalah dambaan banyak orang Banyak hal yang membuat predikat
yang satu ini menjadi incaran dan rebutan bagi siapapun yang doyan kenikmatan
dunia, antara lain memuaskan dahaga akan ilmu, atau ingin meningkatkan status
sosial ekonomi kelak di kemudian hari, bahkan ada juga yang sekedar buat gengsi
dan kesenangan. Berbagai alasan inilah yang kelak akan menentukan tipe
mahasiswa apakah dia ketika berkiprah di bangku perkuliahan, di samping faktor
lain yaitu pergaulan yang dipilih.
Tetapi
apa yang terjadi kemudian, selang beberapa waktu kemudian terjadi perubahan
seiring dengan perjalanan akademik mahasiswa. Setiap orang mulai memilih
jalannya sendiri-sendiri. Apakah dari segi teman sepergaulan, termasuk kegiatan
kampus apa yang dilakoni, juga di organisasi mana tepat berkiprah. Semua itu
tergantung dari pemahaman dan idealisme masing-masing. Maka jadilah mahasiswa
itu bergolong-golongan dengan karakteristik yang berbeda-beda pula.
Seiring
dengan perkembangan zaman dan teknologi informasi dan komunikasi yang mewarnai
era yang serba cepat ini. Yang mengakibatkan merebaknya berbagai pemahaman dan
ideologi atau pemikiran yang beraneka macam di kalangan mahasiswa. Kondisi ini,
tak ayal mempengaruhi kelakuan mahasiswa itu sendiri beserta gaya hidupnya yang datang dari pemikiran yang
dianutnya.
Pemikiran
yang datang dari barat seperti paham kebebasan (liberalisme), hedonisme,
sekularisme, kapitalisme dan sosialisme, termasuk pluralisme dan sinkretisme,
mau tak mau harus dikonsumsi oleh berbagai kalangan termasuk mahasiswa sebagai
bagian dari target propaganda pemikiran tersebut. Yang kemudian memaksa banyak
mahasiswa untuk berpaham machiaveli (menghalalkan segala cara) untuk mencapai
segala keinginannya sebagai refleksi dari pemikiran-pemikiran ini. Menghalalkan yang haram dan mengharamkan
yang halal. Membenarkan yang
salah dan menyalahkan yang benar. Hidup dianggap syurga, kuliah
dianggap tamasya dan melupakan alam yang kekal. Bergelimang dalam kesesatan,
terperangkap dalam dosa. Mengejar kenikmatan sesaat. Walhasil, banyak mahasiswa
yang terperangkap oleh kehidupan pragmatis.
Di
tengah-tengah kehidupan kampus yang nyaris merampas seluruh waktu dan tenaga
lebih-lebih materi. Kuliah yang harus tepat waktu, memburu dead-line
tugas-tugas membosankan pemberian dosen, obrolan sia-sia dan menjemukan dengan
teman se-gank. Belum lagi ditambah masalah pribadi dan keluarga. Semua itu
nyaris membuat banyak mahasiswa enggan untuk melirik sisi lain dari kehidupan
ini. Suatu dimensi kehidupan dimana yang menjadi target adalah keridhaan Allah
dan alam akhirat. Yang familiar dengan sebutan hidup fii sabilillaah.
Tak
bisa disangkal bahwa tidak semua mahasiswa terperangkap dengan fakta kehidupan.
Banyak juga yang memilih untuk mempersembahkan diri dan hidupnya untuk
menegakkan kebenaran, menjadi generasi peduli umat. Mengorbankan harta, kuliah,
untuk tegaknya kalimat Laailaahaillallaah Muhammadurrasullullaah, sebagai suatu
simbol kebenaran dan kemuliaan sejati. Berjuang membebaskan manusia dari segala
pemikiran-pemikiran sesat, yang tak jarang datang dari kalangan mahasiswa teman
sepergaulan.
Kehidupan
kampus yang merupakan salah satu bagian dari proses kehidupan, ternyata mampu
memberikan gambaran masa depan setiap personal yang terlibat di dalamnya. Ini
bisa dilihat dari out put yang telah tercover menjadi sarjana. Jalan hidup yang
dipilihnya rata-rata hanyalah melanjutkan aktivitas yang dibiasakannya ketika
di bangku perkuliahan, demikian juga halnya dari segi pemikirannya. Benarlah
sebuah maksim bahwa “Custom make all thing easy”, kebiasaan membuat segalanya
mudah.
Oleh
karena itu hendaklah mahasiswa sedini mungkin pandai – pandai mendeteksi existensi
berbagai pengaruh yang setiap saat menyerang pemikirannya. Yang tentu saja
pemikiran itu akan mempengaruhi pola kehidupannya, sekarang, dan nanti.
0 comments:
Post a Comment